DI jagat media sosial kerap kita temui kosakata pamer. Ini merujuk pada watak atau perilaku seseorang yang demen sekali memperlihatkan sesuatu yang dianggap 'wah' pada dirinya. Misalnya pamer prestasi, kekayaan, dan gaya hidup mewah.
Kenapa mereka suka ber- pamer ria? Biasanya karena dorongan untuk mendapat atau berharap muncul pujian, pengakuan, atau perhatian dari orang lain. Dengan demikian, hati terpuaskan karena merasa memiliki suatu keunggulan di mata publik.
Dalam cerita wayang, sosok yang menggetarkan seperti itu dikisahkan pada pribadi wanita yang bernama Sarpakenaka. Cewek binal berkebangsaan Alengka ini amat narsis, merasa dirinya paling istimewa jika dibandingkan dengan wanita lain.
Baca juga : Bukan Nasab Bharata
Berwajah raksasa
Sebenarnya agak aneh Sarpakenaka berwatak seperti itu. Kenapa? Karena bukan keturunan orang sembarangan. Bapaknya seorang resi katam ilmu kadewatan yang rendah hati. Sedangkan ibunya, Dewi Sukesi, putri raja yang pintar dan berbudi halus.
Baca juga : Rukun Agawe Santosa
Selain berkepribadian mentereng, keanehannya membayangkan raksasa. Mata nanar serta bertaring dan bergigi runcing. Wujudnya tidak berbeda dengan Dasamuka dan Kumbakarna, kakaknya. Hanya Wibisana, adiknya, yang tampan.
Konon, tiga anak Wisrawa dan Sukesi yang berwujud raksasa itu karma terhadap keduanya akibat berbuat nista. Berhubungan suami-istri padahal belum menikah. Setelah mereka memohon ampun kepada Sang Maha Pencipta, anak terakhir lahir normal.
Awalnya, perkenalan Wisrawa dengan Sukesi sebatas calon mertua dengan calon menantu. Wisrawa bertamu ke Alengka berdiskusi Prabu Sumali guna melamar putrinya, Sukesi, untuk dijodohkan dengan putra tunggalnya, Wisrawana alias Danaraja.
Baca juga : Unjuk Rasa di Astina
Sumali senang menyambut karena bakal berbesanan dengan Wisrawa, resi yang sudah dikenal luar-dalam karena pernah seperguruan. Namun, dia tidak bisa memutuskan untuk menerima karena Sukesi telanjur menggelar sayembara.
Sayembaranya adalah siapa saja lelaki yang mampu medhar (mengajarkan) ilmu sastrajendra hayuningrat pangruwating diyu (ajaran untuk kesejahteraan semesta dengan cara melebur angkara murka) yang akan disuwitani (menjadi suaminya).
Wisrawa mengajarkan ilmu tersebut. Pada saat itulah terjadi perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis. Selanjutnya sesuai dengan janjinya, Sukesi menjadi istri Wisrawa.
Baca juga : Kebengisan Durga
Sejak kecil Sarpakenaka, satu-satunya wanita dari empat bersaudara, berkelakuan manja. Watak itu terus berlanjut hingga dewasa ketika kekuasaan Alengka sudah berpindah tangan dari kakeknya kepada Dasamuka.
Di bawah kepemimpinan Dasamuka, Alengka menjadi negara besar dan memiliki banyak jajahan hingga menguasai lebih dari sebagian jagat. Pencapaian itu berkat keteguhan mengimplimentasikan visinya membawa Alengka menjadi negara adidaya.
Sebagai kakak, Dasamuka sangat sayang kepada Sarpakenaka. Barangkali karena satu-satunya adik perempuan. Ia tidak pernah memarahi dan bahkan hampir semua yang diminta dipenuhi. Itu membuat Sarpakenaka kian menjadi bergaya borju.
Kuku beracun
Bila ditilik dari namanya, Sarpakenaka itu terdiri dari dua suku kata. Sarpa artinya ular, adapun kenaka kata lain dari kuku. Jadi maknanya kuku berbisa ular. Siapapun yang kena cakaran Sarpakenaka, tubuh orang itu bengkak dan bila tidak terobati terancam mati.
Kuku panjang dan tajam serta beracun itu dipamerkan ke mana-mana. Begitu pula tentang kasih sayang Dasamuka kepadanya. Dengan kesaktian dan perlindungan raja digdaya dan berkuasa penuh, Sarpakenaka bebas hasrat mengikuti hasrat.
Misalnya termasuk dalam urusan seksual. Tanpa malu dan tedeng aling-aling, Sarpakenaka bangga memamerkan sejumlah kekasih simpanannya. Mereka para lelaki yang diberi 'tugas khusus' memuaskan libido sang putri yang selalu tampil trendi.
Salah satu 'berondong' idamannya adalah ajudan Dasamuka bernama Kala Marica. Dari pria yang bermuka raksasa tapi berbadan atletis itu, Sarpakenaka juga beroleh ilmu 'siluman', yakni bisa berubah wujud apa pun sesuai dengan yang dikehendaki.
Padahal, Sarpakenaka itu sudah berstatus istri dan bahkan berpoliandri. Suaminya doa, Kardusana dan Nopati. Dua prajurit raksasa Alengka terpaksa 'tawakal' atas kenakalan istri yang suka bertualang cinta dengan para berduwak (buta) lain.
Pada suatu ketika, Sarpakenaka secara tidak sengaja melihat dua kesatria dan satu wanita jelita di tengah Hutan Dandaka. Tersulutlah berahinya melihat dua lelaki tampan. Tapi ia sadar bila tampil seadanya pasti tak mungkin tercapai keinginannya.
Untuk memuluskan nafsu, kemudian dirapallah ilmu menghadiahkan kekasihnya dengan mengubah diri menjadi wanita cantik beraroma bunga melati. Ia lalu memancing perhatian Rama dengan berlenggak-lenggok dan berlagak jinak-jinak merpati.
Rama tak menggubris. Sarpakenaka tak sabar dan kemudian mendekati dan tanpa malu menyatakan keinginan menjadi pendampingnya. Putra mahkota Ayodya itu emoh karena dirinya telah beristri, yakni Sinta. Disarankanlah mencari pria lain.
Ditampar mukanya
Dengan muka kecut Sarpakenaka lalu pindah sasaran, merayu Leksmana, adik Rama. Lelaki lemah lembut itu juga menolak menerima cintanya. Malah ia diminta segera pergi karena menggangu lakunya menggayuh kanugrahan (berkah Ilahi).
Sarpakenaka tidak beringsut dan malah merangsek berusaha memeluk. Leksmana dengan reflek menamparnya hingga hidung Sarpakenaka patah dan mengucurkan darah. Seketika si cantik itu berubah wujud aslinya dan memindahkannya pergi sambil mengumpat serta mengancam akan membalas.
Sambil menangis Sarpakenaka mengadu kepada Dasamuka. Ia mengaku dirundung dua lelaki yang bermaksud memerkosanya di tengah hutan. Raja Alengka itu langsung murka dan mencari orang yang menyakiti adiknya. Dari sinilah kemudian terjadi drama pencatatan Sinta.
Itulah sekelumit kisah Sarpakenaka, wanita yang merasakan dirinya segala-galanya sehingga transmisi laku sesuka selera tanpa mengindahkan liyan. Gemar pamer kelebihan yang dimiliki untuk mendapatkan keistimewaan (keistimewaan) dari masyarakat. (M-3)