PENEGAKAN hukum tindak pidana korupsi di Indonesia kembali menjadi sorotan publik setelah putusan dalam kasus Mardani Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu.
Para ahli hukum menganggap keputusan ini mencerminkan kecenderungan dugaan korupsi atau praduga korupsi yang berlebihan dalam sistem peradilan Indonesia.
Mardani Maming divonis bersalah atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan, tetapi sejumlah pakar hukum meremehkan dasar hukum dari putusan tersebut.
Dari universitas-universitas terkemuka seperti Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Indonesia, para akademisi dengan tegas menyatakan adanya kekeliruan dalam keputusan itu.
Dukungan serupa juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada.
Mereka menilai bahwa bukti-bukti yang diberikan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk melindungi unsur pidana korupsi.
Salah satu kritik utama adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka berpendapat bahwa tindakan Mardani Maming masih dalam batas kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.
“Putusan ini menyebabkan karena syarat batas antara tindakan administratif dan tindak pidana korupsi,” ungkap salah satu ahli saat memberikan keterangan tentang kekeliruan hakim dalam mengadili kasus ini.
Kritik juga muncul terkait potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum, seperti asas praduga tidak bersalah.
“Dalam kasus ini, tampaknya berlaku prinsip praduga bersalah. Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana pengakuan harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,” kata seorang pakar hukum.
Menurut para ahli, situasi ini merupakan dampak negatif dari upaya pemerintah yang agresif dalam melakukan korupsi tanpa didukung sistem pengawasan yang memadai.
“Kebijakan politik yang terlalu fokus pada penindakan, tanpa memperhatikan aspek hukum dan keadilan, dapat mengarah pada kesalahan-kesalahan yang terjadi,” tegasnya.
Seruan untuk memerdekakan Mardani H Maming juga datang dari Akademisi Anti Korupsi Universitas Padjadjaran. Mereka menegaskan perlunya mengembalikan martabat hukum Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran berdiskusi terkait kasus ini di Auditorium Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Akademisi Anti Korupsi Universitas Islam Indonesia.
Mereka mendesak agar Mardani H Maming segera dibebaskan, terutama setelah adanya pemeriksaan putusan hakim yang menunjukkan kesalahan dalam proses vonis.
Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII mengungkapkan bahwa Mardani H Maming tidak melanggar semua pasal yang dikhususkankan, sehingga pengampunannya adalah langkah yang tepat demi keadilan. (RO/Z-10)