KETUA Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja (DPP SP) PT PLN (Persero) Abrar Ali mengapresiasi sikap Komisi VII DPR yang menolak kebijakan skema roda bertenaga yang terdapat di RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET). Skema tersebut dinilai perlu dihapuskan dari RUU EBET karena lebih besar mudarat dibandingkan manfaatnya bagi negara dan masyarakat.
“Kita mengapresiasi sikap Pak Mulyanto (Anggota Komisi VII DPR) yang dalam pernyataannya dengan tegas menolak roda bertenaga yang ada dalam RUU EBET. Roda bertenaga memberi dampak negatif bagi negara dan masyarakat,” ungkap Abrar, Kamis (19/9).
Roda bertenaga adalah mekanisme yang mengizinkan pihak swasta membangun pembangkit listrik dan menjualnya secara langsung kepada masyarakat.
Baca juga : PLTN Masuk ke Sistem Kelistrikan Indonesia setelah 2034
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyampaikan, batal mengadakan rapat dengan Kementerian ESDM karena DPR dan pemerintah belum sepakat soal norma tentang roda bertenaga. Alhasil, RUU EBET tidak dapat disahkan oleh DPR periode 2019-2024. Pembahasan RUU EBET selanjutnya akan dilakukan DPR dan pemerintah mendatang.
“Dengan diperbolehkannya itu, pembahasan RUU EBET bisa semakin matang, terutama soal norma roda bertenaga. Bahkan sangat dimungkinkan untuk mereviu pasal-pasal lain yang krusial. Mengingat pembahasan RUU EBET kemarin banyak yang diburu waktu,” terang Abrar.
Ia menambahkan, sepakat dengan sikap Fraksi PKS yang dengan tegas menolak roda bertenaga dalam RUU EBET, karena merupakan bentuk liberalisasi sektor kelistrikan serta tidak sesuai dengan konstitusi.
Baca juga : Komitmen Kurangi Emisi, PLN Batalkan Kontrak 13,3 Gigawatt PLTU Batu Bara
Jika ketentuan roda bertenaga disetujui maka swasta diperbolehkan untuk memproduksi sekaligus menjual listrik kepada masyarakat secara langsung, bahkan dengan menyewa jaringan transmisi PLN. ini bisa mencakup peran negara dalam penyediaan listrik bagi masyarakat. Dampaknya, harga listrik akan ditentukan oleh mekanisme pasar.
“Listrik merupakan kebutuhan penting dan strategis bagi masyarakat, sesuai konstitusi harus dikuasai oleh negara. Jangan karena ingin tampil di kancah global, kebutuhan domestik dan kepentingan nasional “kedodoran,” ungkap Abrar.
Ia juga menegaskan, skema roda bertenaga baiknya tidak perlu lagi dimasukkan ke dalam RUU EBET. “Skema roda bertenaga sebaiknya tidak usah lagi dimasukkan ke dalam RUU EBET. Skema ini sangat tidak Pancasilais karena bertentangan dengan norma hukum dan konstitusi. Negara justru berlaku tidak adil dengan lebih memihak swasta, memberi kesempatan kepada para pemilik modal, atau bahkan investor asing menikmati keuntungan besar, namun pada saat yang sama menghisap rakyat untuk membayar energi listrik lebih mahal,” tandas Abrar.
Baca juga : Ajinomoto Gandeng PLN untuk Menggunakan EBT sebagai Bahan Bakar Produksi
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi membantah adanya liberalisasi dalam RUU EBET.
“Kalau ada sumber yang mau menjual ke konsumen PLN, itu tidak boleh, di wilayah usaha PLN juga tidak boleh. Lalu menjual ke wilayah usaha lain langsung ke pelanggan, itu juga tidak boleh. Jadi untuk pasar yang bebas ke rumah tangga, itu kita belum ke sana,” ujarnya, Senin (9/9).
Yang diperbolehkan adalah penyaluran listrik dari wilayah usaha PLN ke wilayah usaha PLN lainnya melalui jaringan PLN, bukan langsung ke penduduk, sambungnya. (E-2)