PADA masa kemerdekaan Indonesia, ketika akses masih sangat terbatas dan internet belum ada, radio memainkan peran krusial dalam menyebarkan luaskan berita dan informasi membangun identitas bangsa, karena radio sebagai salah satu alat komunikasi utama pada saat itu.
Berawal dari Jepang yang kalah dari Sekutu pada akhir Perang Dunia II, kekuasaan mereka atas negara jajahan, termasuk Indonesia, mulai melemah. Pada saat itu, banyak warga Indonesia yang belum mengetahui kekalahan Jepang karena media, termasuk radio, telah disensor sejak Jepang pertama kali mendarat di Nusantara.
Rosihan Anwar dalam Sutan Sjahrir: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya menjelaskan bahwa salah satu tindakan awal Jepang adalah menyegel stasiun radio.
Baca juga : Memaknai Kemerdekaan dengan Memperkenalkan Budaya Melalui Berbagai Media
Jepang mengendalikan semua radio di Indonesia melalui NHK (Nippon Hoso Kyokai), dengan siaran-siaran yang menekankan ketat dan siaran luar negeri yang diputuskan oleh pemerintah Dai Nippon.
Meski begitu, Sutan Sjahrir yang merupakan seorang penggerak Kemerdekaan Indonesia, tidak terkena sensor pemerintah Jepang. Ia memiliki sebuah radio gelap yang selalu disembunyikan di kamar tidurnya.
Radio tersebut ilegal, dan Jepang tidak menyukainya karena bisa menangkap siaran yang belum disensor oleh mereka. Menurut buku Mengenang Sjahrir karya Rosihan Anwar, Sjahrir dapat menerima siaran berita luar negeri, termasuk dari radio Brisbane yang disiarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Australia.
Baca juga : Ayo Mengenal Peristiwa Rengasdengklok
Salah satu berita yang didengarnya adalah tentang Jepang yang telah menyerah kepada Sekutu setelah pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945.
Setelah menerima informasi tersebut, Sjahrir memberitahukan rekan-rekannya seperti Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh, serta mendorong golongan muda untuk mendesak golongan tua agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sjahrir ingin menegaskan bahwa Jepang sudah kalah dan menunggu proklamasi kemerdekaan harus segera dilakukan tanpa Jepang. Namun, golongan tua tidak ingin terburu-buru, khawatir akan pertumpahan darah, yang akhirnya memicu peristiwa pencurianan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dan Proklamasi Kemerdekaan.
Baca juga : Mengintip Sejarah Teks Proklamasi Dibuat Hingga Diproklamirkan 17 Agustus 1945
Penyebaran Berita Proklamasi
Setelah teks proklamasi dibacakan, berita tentang kemerdekaan Indonesia dengan cepat menyebar di Jakarta dan kemudian ke Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Meskipun Jenderal Yamamoto, pemimpin tentara Jepang di Indonesia, memerintahkan agar berita proklamasi tidak disebarluaskan dan melarang Kantor Berita Domei serta Harian Asia Raya untuk memuat berita tersebut, para pemuda tetap melawan.
Syahruddin, seorang wartawan Kantor Berita Domei, mengirimkan teks proklamasi untuk disiarkan oleh Radio Domei. Kepala bagian radio, Waidan Palenewan, memerintahkan Markonis F Wuz untuk menyiarkan berita itu tiga kali.
Namun, setelah siaran ketiga, Jepang menghentikan siaran dan memaksa F Wuz untuk menyatakan berita itu sebagai kekeliruan. Meski begitu, Waidan memerintahkan agar siaran dilanjutkan setiap 30 menit hingga pukul 16.00, yang memungkinkan berita menyebar ke luar negeri.
Baca juga : Jejak Sang Proklamator di Peneleh
Pada tanggal 18 Agustus 1945, kantor berita Amerika di San Francisco melaporkan kemerdekaan Indonesia. Tindakan ini memicu pimpinan tentara Jepang di Jawa untuk menganggap berita sebagai kesalahan. Karena Domei tidak mematuhi perintah, kantor berita tersebut ditutup pada 20 Agustus dan pegawainya dilarang bekerja. Namun, para pemuda terus berjuang.
Jusuf Ronodiputro, pembaca berita Radio Domei, bersama teknisi radio Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar, membuat pemancar baru di merek dagang aktivis Menteng 31.
Jusuf baru bisa menyiarkan teks proklamasi pada pukul 19.00 WIB, menggunakan studio yang tidak terpakai. Suaranya mengumumkan kemerdekaan Indonesia ke dunia, membacakan teks proklamasi dalam bahasa Inggris, dan memungkinkan siaran tersebut diteruskan oleh radio di Singapura, Inggris, dan Amerika. (Z-12)